Senin, 04 Juni 2012

Puasa dan Makna Sedekah

07.23


Rasulullah SAW nate dawuh lan negasaken bilih sedekah menio keperluan saben dino. ''Tiap-tiap jiwa keturunane Adam, sopo wae, kudu bersedekah, saben dino saben srengenge tukul ing sakjerone.'' Mireng hadis meniko, satunggaleing sahabat ingkang mboten gadah menopo-nopo kangge dipun sedekahaken tangklet “Kangge tiyang kados kulo niki, pripun saget sedekah?"

Rasulullah njelasaken, ''Saktemene pintu kebajikan iku akeh banget. Mengucapke tasbih, tahmid, takbir, tahlil, kanthi khidmat lan khusuk iku sedekah. Mengajak uwong tumuju kabecikan lan menging uwong tumindajk mungkar yo sedekah. Nyingkirake watu soko dalan kanggo nggampangake owong lewat yo sedekah. Nuntun uwong wuto nyabrang dalan yo sedekah. Menehi pituduh uwong kang takon yo sedekah. Mapah uwong loyo kelawan sikil loromu lan ngrewangi uwong kang lemah kanthi tangan loromu iku yo sedekah. Dan esemu yen ketemu sedulur yo sedekah.'' (HR Bukhari-Muslim).

Rasulullah SAW nate njelasaken bilih sedekah meniko mboten namun pemberian wujud barang materi.
Sedekah mboten kudu rupo barang lan arto, Islam namung negasakaen bilih saben tiyang islam mesti saget bersedekah. Sebab sedekah meniko sumber kebajikan ingkang saget njalin hubungan kemanusiaan kito kanti roso, kasih sayang, lan paseduluran. Peparing – utawi maringi meniko sumber kebahagiaan, lan kabegjan. Setunggaling tiyang muslim bade merasa bahagia menawi saget membahagiakan tiyang sanes kelawan ingkang dipun mikiki. Setunggaling sahabat tangklet dateng Nabi Rasulullah, ''Sinten manusia ingkang paling sae ?, Rasulullah njawab, ''Yaitku uwong kang sanggup manfaati  marang sepadane!''

Selanjutnya Rasulullah ditanya, ''Amal apa yang paling utama?'' Rasulullah menjawab, ''Memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman.'' (HR Thabrani).

Seorang Muslim seharusnya bis menjadi 'pembuka kebajikan' eng ngendi wae tumanggon. Rasulullah bersabda, ''Sek temene kebajikan iku koyo khazanah (panggon panyimpenan) akng duwe kunci, mulo saibo bahagia wong kang didadeake dening Allah dadi kunci pembukane kazanah mau biso mbuka kabecian lan nutup kejahatan. Lan ciloko wong kang didadeake Allah minongko kunci pembuka kejahatan, penutup kabecian.''
(HR Ibnu Majah). (M Fuad Nasar)


Puasa dan Kepekaan Sosial


Ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat banyak mengandung kebajikan. Di antaranya, yang sangat penting, adalah bahwa ibadah puasa dapat meningkatkan rasa kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Itu sebabnya, Nabi Muhammad SAW menyebut bulan Ramadhan sebagai Syahr al-Muwasat, berarti 'Bulan Kepekaan Sosial'. (HR Ibn Khuzaimah).

Kepekaan itu timbul karena orang yang berpuasa pasti merasakan lapar dan dahaga seperti yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang tidak mampu, yaitu fakir miskin dan kaum dhuafa. Jadi, ibadah puasa sesungguhnya memiliki fungsi penting, yaitu mengasah dan mempertajam rohani manusia, sehingga ia dapat melihat dan merasakan penderitaan orang lain.

Bukti mengenai kepekaan itu dapat dilihat dari perintah Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin di bulan Ramadhan ini banyak memberi makan atau menyediakan buka bagi orang yang berpuasa. Sabda Rasulullah SAW, ''Barangsiapa memberikan makan atau buka kepada orang yang berpuasa, maka hal itu dapat menjadi tebusan atas dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka.
Ia juga beroleh pahala seperti pahala orang yang puasa itu, tidak berkurang pahalanya barang sedikit pun.''

Mendengar pernyataan Rasulullah SAW di atas, para sahabat meminta penjelasan lebih lanjut dari beliau. Mereka berkata, ''Tidak semua orang dari kami memiliki kemampuan untuk memberikan makan kepada orang yang puasa?''

Lalu, jawab Rasulullah SAW, ''Allah SWT telah menyediakan pahala besar untuk kalian. Apakah kalian tidak sanggup menyediakan buka walau hanya sebutir kurma, segelas air putih, atau secangkir susu?'' Kemudian beliau pun menegaskan kepada para sahabat bahwa kepedulian kepada orang yang berpuasa itu dapat membuat seseorang meraih rahmat dan ampunan dari Allah SWT. (HR Baihaqi dan Ibn Hibban).

Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tersebut dalam hadis Bukhari, dikatakan sebagai orang yang paling peka terhadap kebaikan dan kepekaannya itu mencapai puncaknya di bulan suci Ramadhan ini, bulan di mana Malaikat Jibril selalu datang menemui Rasulullah setiap malam. Dikatakan, kepekaan dan kebaikan Nabi itu ibarat angin kencang (ka al-rih al-mursalah).

Kebaikan Rasulullah, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, diserupakan dengan angin karena ada aspek kesamaan antara keduanya. Dikatakan, angin itu adalah angin surga yang diutus oleh Allah untuk menurunkan air hujan, sehingga membasahi dan menghidupkan bumi yang kering dan mati. Kebaikan Nabi sama dengan air hujan itu juga: menyejukkan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Kepekaan sosial ini menjadi problem tersendiri bagi kita sebagai umat dan bangsa. Tanpa kepekaan sosial, maka akan timbul kerawanan-kerawanan sosial. Kesenjangan sosial (gap) dan perbedaan (disparitas) antara si kaya dan si miskin, akan semakin besar. Dalam situasi demikian, maka penyakit lama akan segera timbul, yaitu kecemburuan sosial yang setiap saat dapat menyulut permusuhan dan kerusuhan. Rasa permusuhan ini, tentu dapat mengganggu ketenteraman kita sebagai umat dan bangsa. Untuk itu, kita perlu belajar mengasah dan mempertajam kepekaan sosial kita melalui ibadah puasa. Ibadah puasa dapat membuat kita sehat, tidak hanya sehat secara pribadi, tetapi juga sehat secara sosial.
Wallahu a'lam bis-shawab. (A Ilyas Ismail)

Puasa dan Pembaruan


Inti dari ibadah puasa Ramadhan yang kita laksanakan adalah adanya pengendalian diri dari berbagai hal dan perilaku yang dapat membatalkan puasa maupun pahala puasa. Sehingga, di akhir Ramadhan kita dapat meraih derajat orang bertakwa dan kembali menjadi fitri. Dan, nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa dapat dilaksanakan dengan konsisten pada bulan-bulan berikutnya. Inilah makna puasa yang sesungguhnya.

Dalam konteks ini, ibadah puasa merupakan cara melakukan pembaruan, baik mental, jasmani, maupun rohani yang dapat dilaksanakan oleh pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bangsa secara kolektif. Pembaruan mental yang dimaksud adalah tumbuhnya mental-mental pejuang yang dapat mengalahkan berbagai macam rintangan dan godaan.

Orang yang berpuasa dengan benar, misalnya, akan menahan lapar dan dahaganya, meskipun ia memiliki kesempatan untuk membatalkannya ketika tidak ada orang yang melihat. Namun, berpuasa mengajarkan manusia untuk jujur kepada dirinya dan menyadari betapa Allah mengawasinya. Karenanya, Allah mengatakan dalam hadis qudsi, ''Sesungguhnya puasa seorang anak Adam adalah untuk-Ku. Dan Aku yang akan memberikan balasannya.''

Selain itu, pembaruan mental lainnya adalah tumbuhnya semangat saling membantu dan egaliter. Berpuasa mengikis rasa egois dan individualistis. Sebaliknya, puasa justru akan menumbuhkan rasa solidaritas serta kesetiakawanan. Dalam konteks kehidupan sebagai bangsa, pemimpin dan wakil rakyat yang berpuasa dengan benar semoga akan memiliki keberpihakan yang lebih jelas kepada rakyat yang memilihnya dan mereka dapat membuang jauh-jauh sifat untuk mementingkan pribadi atau kelompok, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sedangkan pembaruan jasmani adalah lahirnya pribadi-pribadi yang memiliki kesehatan yang prima. Berpuasa, sebagaimana dikatakan para pakar kesehatan, dapat meningkatkan kesehatan dan vitalitas. Dengan berpuasa, maka kita memberikan kesempatan kepada tubuh untuk melakukan metabolisme secara sempurna.

Menyangkut pembaruan rohani, dengan berpuasa dapat melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa. Ini, sebagaimana Allah SWT firmankan, ''Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'' (QS 2: 183).

Pribadi yang bertakwa akan melahirkan pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan bermoral. Inilah bekal terbaik dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang beriman dan bermoral, sehingga dapat mengundang keberkahan Allah. Allah SWT berfirman, ''Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.'' (QS 7: 96).

Pada saat ini, ibadah puasa berbarengan dengan dimulainya pemerintahan baru dari presiden terpilih. Semoga pemerintahan baru dapat mengaplikasikan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dari ibadah puasa, sehingga perubahan dan pembaruan yang diinginkan tidak hanya sekadar wacana. Tetapi, juga dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan dilandasi kesadaran moral yang tinggi bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan.
Wallahu a'lam bis-shawab. (Mulyana)



Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Edu Fresh. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top