Peranan pemuda dalam pergerakan
nasional dimulai
sejak berdirinya Budi Utomo
tanggal 20 Mei 1908. Dalam
perkembangan selanjutnya,
organisasi itu lebih banyak
diikuti oleh golongan tua. Oleh
karena itu, para pemuda selalu
ingin menggalang kekuatan yang merupakan pencerminan
aktivitas para pemuda. Pada
tanggal 7 Maret 1915, di
Jakarta, para pemuda seperti dr.
R. Satiman Wirjosandjojo,
Kadarman, dan Sunardi mendirikan
organisasi kepemudaan
yang keanggotaannya terdiri dari
anak sekolah menengah
di Jawa dan Madura. Perkumpulan
itu diberi nama Trikoro
Dharmo. Trikoro Dharmo artinya tiga
tujuan mulia yang meliputi: sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah mencapai Jawa
Raya dengan
cara memperkokoh rasa persatuan antar pemuda
Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan Lombok.
Dalam rangka untuk mewujudkan persatuan, pada
kongres di Solo tanggal 12 Juli 1918,
Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Tujuan yang ingin dicapai ialah mendidik para
anggota
supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk membangun Jawa Raya. Cara yang
harus
ditempuh untuk mewujudkan tujuan itu adalah mempererat perasatuan, menambah
pengetahuan anggota serta berusaha
menimbulkan rasa cinta pada budaya sendiri. Dalam
perjuangannya, Jong Java tidak melibatkan
diri dalam masalah politik.
Kehadiran Jong Java ini mendorong lahirnya
beberapa perkumpulan serupa, seperti
lahirnya Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong
Batak, Jong Ambon, Jong
Selebes,
Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), Pemuda Indonesia/
Jong
Indonesia, Jong Islamienten Bond, Kepanduan, dan sebagainya. Di samping gerakangerakan
pemuda, juga terdapat organisasi wanita
seperti Puteri Indonesia, Aisijah, Wanita
Sarekat Ambon, dan Organisasi Wanita Taman
Siswa.
Keberadaan
organisasi yang bersifat kedaerahan itu melahirkan keinginan untuk
menciptakan wadah tunggal pemuda Indonesia.
Kongres Pemuda Pertama dilaksanakan
mulai tanggal 30 April 1926 sampai dengan 2
Mei 1926 di Jakarta.
Tujuan yang ingin dicapai dalam Kongres
Pemuda I ini adalah menanamkan semangat
kerja sama antar perkumpulan pemuda di
Indonesia. Oleh karena itu, ada upaya untuk
membentuk wadah federasi dari organisasi
pemuda Indonesia. Pada tanggal 31 Agustus
1926,
disahkan perhimpunan baru yang bernama Jong
Indonesia.
Perjuangan
untuk menyatukan kehendak para pemuda akhirnya menjadi kenyataan. Atas
inisisatif
PPPI, pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dilaksanakan Kongres Pemuda Indonesia
II
yang tujuannya:
1. Melahirkan cita-cita semua perkumpulan
pemuda-pemuda Indonesia,
2. Membicarakan beberapa masalah pergerakan
pemuda Indonesia,
3. Memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia
dan memperteguh persatuan Indonesia.
anggota kongres pemuda 2
Kongres yang mengambil keputusan untuk
mengadakan fusi dan berbagai perkumpulan
pemuda itu akhirnya melahirkan suatu momentum
yang berupa Sumpah Pemuda yang
rinciannya sebagai berikut:
PERTAMA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH SATOE, TANAH INDONESIA
KEDUA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
KETIGA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
MENJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA
INDONESIA
Keputusan yang kemudian disebut Sumpah Pemuda oleh Bangsa Indonesia tersebut
diperingati tiap tahun sebagai “Hari Sumpah Pemuda”
dan sekaligus “Hari Pemuda Indonesia”. Selain mengucapkan sumpah, pada saat itu
diperkenalkan “Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya” yang diciptakan oleh Wage
Rudolf Supratman danpengibaran bendera
“Pusaka” Sang Merah Putih.
Walaupun telah menghasilkan Sumpah Pemuda,
para pemuda belum mampu
menciptakan fusi wadah bagi para pemuda
Indonesia. Walaupun demikian, dengan
tercetusnya Sumpah Pemuda itu, telah
memberikan bukti atas ketegasan konsepsi perjuangan
bangsa
Indonesia yang bersatu dan berdaulat.
Tekad
untuk persatuan itu akhirnya menjadi kenyataan setelah tanggal 31 Desember 1930
dalam Konferensi Pemuda di Solo terbentuk
“Indonesia Moeda”. Hal tersebut memberikan
bukti bahwa para pemuda kita lebih
mengutamakan persatuan dan kepentingan bangsa
daripada kepentingan pribadi, golongan,
maupun kedaerahan. Dengan demikian, kehadiran
Indonesia Moeda merupakan pelopor dalam upaya
secara nyata untuk mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Disamping gerakan pemuda, gerakan wanita juga
tidak tinggal diam. Hal ini nampak
dari berdirinya Putri Indonesia, Aisiyah
(bagian wanita Muhammadiyah), Wanita Serikat
Ambon, dan Organisasi Wanita Taman Siswa.
testing
BalasHapus